Malam ini kedai kopi tak terlalu ramai, hanya beberapa meja yang terisi. Di sudut ruangan ada tiga gadis yang sibuk dengan gadget-nya masing-masing. Di bagian tengah terlihat sepasang pasangan dewasa, mungkin pasangan suami istri. Dan di sudut yang lain ada aku. Sendirian. Tidak juga, secangkir espresso panas dan dua buah muffin coklat juga alunan lagu band Mocca yang kudengar melalui iPod merah; hadiah darimu menemaniku. Juga kamu, di pikiranku.
Entah apa yang membuatku kembali ke sini; kedai kopi favorit kita dulu. Tempat di mana kita bertemu pertama kali. Saat kamu menghampiri mejaku, meminjam korek api untuk menyalakan benda putih dengan ujung manis itu. Tempat di mana aku dan kamu sepakat untuk menjadi "kita". Juga tempat di mana kita bertemu untuk berakhir; 3 bulan yang lalu.
"Selamat ya sayang, kamu udah lulus. Satu dari beribu citamu sudah tercapai. Aku bangga sama kamu." Aku memulai percakapan.
"Iya, makasih sayang. Ini juga karna doa kamu. Cepet nyusul."
"Semoga tahun depan, ya."
"Kok semoga? Harus dong. Semangat!", katamu lalu mengacak lembut poniku.
"Iya ehehe..."
Lalu kita diam sejenak. Larut dalam pikiran masing-masing, mungkin. Entahlah.
"Kamu kenapa? Ada masalah?" Katamu memecah keheningan kita. Lalu kamu menggenggam tanganku. Hangat.
"Kamu itu orang yang baik. Baik banget. Mungkin karna itu banyak yang ingin dan senang jadi temanmu. Kamu selalu tulus, kamu selalu ada untuk siapapun yang butuh pertolongan." Ucapku.
"Lalu?"
"Aku bingung memulainya dari mana,"
"Kamu mau bilang apa, sih?"
"Aku mau kita… udahan. Maaf."
"…"
"Kamu gimana?"
"A apa, aku? Aku terserah kamu aja"
"Terserah?"
"… Iya"
"Ini yang aku nggak suka. Kamu nggak tegas. Kamu nggak pernah punya opini sendiri. Selalu bilang iya, terserah, ikut kamu aja. Kamu kenapa seperti ini, sih?"
"…"
"Kamu emang selalu bisa jadi teman yang baik buat semua orang. Baik banget. Tapi kamu nggak bisa, kamu bukan pacar yang baik!"
"Aku cuma nggak pernah mau bikin kamu kecewa."
"Dengan selalu bilang iya, nggak apa-apa, terserah kamu, aku ikut kamu. Gitu? Kamu nggak pernah marah kalau aku salah. Aku nggak minta selalu diturutin apapun yang aku mau. Aku ingin kita sama-sama saling mengingatkan kalau salah satu di antara kita ada yang salah. Ada yang keliru. Bukan ini!"
"Aku pikir kamu suka dengan sikapku ini".
"Aku bukan remaja lagi! Maksudku kita!".
"………"
"Jadi kamu mau terus diam? Mau terus ngikutin kata aku?"
"………"
"Aku mau kita udahan. Aku capek sama kamu. Aku capek sama patuh kamu. Aku capek sama nggak punya pendiriannya kamu".
------------------------------------
Kejadian malam itu muncul lagi. Entahlah, kedai kopi ini seperti sebuah layar putih yang siap menampilkan apapun yang operator proyektor putarkan. Dan sialnya, sang operator ialah aku.
No comments:
Post a Comment