Hari ini masih sama seperti kemarin. Aku (lagi dan lagi) hanya bisa diam, memandangmu dari balik tembok kepengecutanku. Saat kau jauh, aku mendekat. Saat kau mendekat, aku berlari, berusaha menjauh sejauh mungkin darimu. Kemudian bersembunyi; lagi dan lagi di balik tembok kepengecutanku.
Aku tak pernah tahu kapan permainan hide-and-seek kita ini berakhir. Kita? Memangnya kita pernah menjadi "kita"? Pernah! Dalam imaji. Bahkan sekarang pun masih.
Aku memang selalu membayangkan kita. Kita yang benar-benar "kita", bukan kita yang seperti sekarang. Tapi sayangnya, kita (atau mungkin hanya aku) terlalu takut untuk membuat "kita" ini nyata. Bayang-bayang masa laluku, juga masa lalumu seolah tak pernah lepas dari kepala. Entahlah.
Aku jadi berpikir ulang, apa benar rasa ini nyata? Apa benar rasa ini mampu membuat kita menjadi "kita"? Atau, rasa ini hanya sekadar numpang lewat, yang pada akhirnya jangankan kita jadi "kita", bisa-bisa rasa ini justru menghancurkan masing-masing dari kita.
Aku tahu apa yang kau rasa saat ini. Dan, kalau boleh jujur, aku pun sama. Hanya saja aku terlalu takut. Aku butuh waktu. Aku enggan diikuti bayang-bayang masa lalu.
Aku mencoba terus berdiri di bawah matahari pukul 12 siang, agar tak ada bayangan apapun yang muncul; di depan, belakang, kiri maupun kanan. Dan inginku, kau juga begitu.
Untuk saat ini, biarlah kita tetap menjadi kita. Jika memang semesta berkehendak, akan diubahnya kita jadi "kita". Kelak.
2 comments:
Tiap hari jadi keterusan baca suratnya nih :)
Terima kasih (lagi dan lagi), Kak :)))))
Post a Comment