February 24, 2015

Surat Kopi Kepada Gula

Sebelumnya, aku ingin bertanya.

Apa yang kau rasakan ditempatkan di wadah-wadah kristal mewah itu? Biar kutebak! Bagi seorang sepertimu, sudah pasti kau bahagia. Begitu bangga. Jelas saja, banyak pasang mata memerhatikanmu. Lidah mereka berdecak kagum akan keindahanmu. Membuatmu semakin jemawa.

Biar kutebak lagi, banyak senyum yang kau buang-buang. Lihat lubang hidungmu, kembang kempis begitu.

Kuakui, wadah itu membuatmu semakin cantik. Kulitmu yang putih bersih sangat cocok dengan keindahan ornamen kristal-kristal mewah. Tersapu cahaya lampu-lampu, membuatmu berkilauan. Mata-mata itu tak henti-henti memandang.

Kau dipajang di meja-meja jati berukiran Jawa. Terkadang di nampan-nampan bergaya Eropa. Bersebelahan dengan cawan-cawan perak dan bunga mawar sebagai penghias meja.

Berbanding terbalik denganku, yang hanya ditaruh dalam kaleng bekas biskuit. Kadang-kadang dalam toples plastik yang harganya belasan ribu.

Aku ditempatkan di pojok meja. Tertutup dengan seorang sepertimu; manis dan disukai. Hanya saja, kulitnya tak seputih dirimu, kulitnya agak kekuningan. Dan, nasibnya tak seberuntung dirimu. Ia sama denganku. Tempatnya di dalam kaleng bekas biskuit lebaran tahun lalu.

Singgasana kami hanya meja sederhana. Tanpa kain sutra sebagai alasnya. Hanya plastik bekas bungkusan kasur yang telah sobek sana sini. Kami pun dipaksa berbagi singgasana dengan rak piring karatan, gelas-gelas kaca murahan, dan ceret yang sudah berkali-kali ditambal.

Kau tahu, seringkali aku iri padamu. Betapa menyenangkannya ada di posisimu; wadah mewah, singgasana indah.

Pernah diam-diam aku mengamati kehidupanmu. Kulihat mata-mata juga lidah yang berdecak mengagumimu tadi. Saat menikmati racikan kita; kopi dan gula; dalam cangkir-cangkir keramik mewah, mereka terlihat pura-pura. Palsu.

Tak ada tawa terbahak-bahak di sana. Tak ada obrolan mengasikan yang terdengar. Hanya ada kepala menunduk ke bawah, mata mereka terpaku pada benda kecil yang layarnya menyala. Kucuri dengar, namanya gadget kalau tak salah.

-Lihat? Mereka tak memerhatikanmu. Tak memedulikanmu!-

Sangat berbeda dengan hidupku. Tiap hari kudengar obrolan-obrolan mengasikan tentang banyak hal; kadang-kadang politik, gosip selebritas, keluhan-keluhan tentang istri atau anak atau orang tua atau pak bos. Tak lupa tawa-tawa yang mereka bagi satu sama lain, di tengah deru mesin kendaraan dan riuhnya klakson yang mereka anggap musik pengiring.

Setelah membaca surat ini, apa kau iri padaku, Gula?

No comments: