February 10, 2015

Peringatan Terakhir

Sudah berapa surat kutulis untukmu. Sudah berapa nasihat kuberi untukmu. Sudah berapa kalimat penyemangat kuteriakkan di telingamu. Berpuluh, beratus atau mungkin beribu? Kau bahkan tak bisa menghitungnya, kan?

Semangat sebentar kemudian menyerah. Kuat lalu kembali goyah. Pusing benar aku oleh tingkahmu. Plin plan. Tak punya pendirian. Terlalu penakut. Pengecut.

Ada banyak persoalan yang harus diselesaikan. Kau tahu? Se-le-sai-kan! Bukan malah kau hindari terlebih jauhi. Mau sampai kapan kau menghindar?

Terus terang, aku sungguh penat menghadapimu. Sangat. Sudah kau kutampar, namun sia-sia. Kau sama sekali tak berubah. Apa harus kau kutinggalkan? Sialnya, aku tak setega itu. Jika benar kau kutinggalkan, apa jadinya kau kemudian?

Brengsek benar kau! Membawaku pada masalah yang-aku-pun-tak-tahu-asal-muasal-sebab-musabab-nya. Membuatku ikut-ikutan pusing. Ikut-ikutan nelangsa. Ikut-ikutan menderita.

Ke mana tujuan doa-doa yang kau panjatkan tiap tengah malam? Ke mana tiap bulir airmata yang jatuh di sela tanganmu yang terkunci itu berlabuh? Pada Tuhanmu, bukan? Takkah kau percaya pada-Nya? Cih! Pada diri sendiri saja kau tak percaya, apalagi yang lain.

Sudah saatnya kau tanggalkan segala topeng yang kau kenakan. Topeng itu menghancurkanmu; menyenangkan hati orang, menyakiti diri sendiri. Ayo sadar! Astaga!

Kali ini, bila tak kau indahkan kata-kataku, jangan menyesal jika nanti kau kutinggalkan. Camkan! Ini peringatan terakhir.

"Cinta tak melulu perihal sesuatu yang manis, kata-kata puitis pun kalimat romantis. Menurutku, yang sebenar-benarnya cinta ialah mampu menuntun orang yang dicintai ke jalan yang benar", Tuan D, setahun yang lalu.

Tertanda,
(Lagi-lagi) Dirimu sendiri.

No comments: