Di luar sedang hujan. Tak begitu deras namun cukup membuatku berpikir keras, mengapa aku bisa dibuat lemas oleh rindu yang tak kunjung tandas. Kalau kau bertanya rindu itu milik siapa, kau tahu jawabnya. Apa? Kau tak tahu? Untukmu tentu saja!
Lagu Nothing's Gonna Change My Love For You versi Jay Chou menemaniku malam ini. Malam ini tiada berbintang. Sudah pasti. Ini kan sedang hujan. Mana mungkin ada bintang. Hanya bintang bodoh nan ceroboh yang nekat ke luar. Inginkah ia dihantam pasukan hujan? Benar kan?
Kembali ke perihal rindu. Jadi benar kau tak tahu? Kalau begitu, sudah berapa rindu yang kubuang sia-sia untukmu? Sayang sekali. Andai saja kau tahu, sudah pasti kau tenggelam di dalamnya. Namun, aku tak begitu khawatir karena kutahu kau bisa berenang. Lagi pula, tenggelam dalam rinduku sudah pasti aman. Aku berani jamin.
Mau kuceritakan sesuatu? Ini bukan cerita lucu, tapi kuusahakan kau tak bosan mendengarnya.
Ini kisah tentang sebuah pena merah muda dan seorang pemuda penjaga toko buku. Mereka berkarib. Sangat akrab.
Sesungguhnya pena merah muda ialah salah satu barang yang dijual di sana. Hanya saja, warna merah mudanya mulai memudar. Belum lagi dengan modelnya yang ketinggalan zaman. Maklum saja, barang lama. Hingga tak ada pembeli seorang pun yang tertarik.
Pemuda penjaga toko buku. Seorang mahasiswa sejarah. Ia terpaksa kerja paruh waktu untuk menambah uang sakunya. Katanya, kiriman dari ayah-bunda di kampung tak cukup untuk membiayai hidupnya di kota. Terlebih ia sedang kuliah.
Sang pemuda cukup pintar namun sedikit pelupa. Pena merah muda inilah yang membantunya mengingat. Goresan tinta yang ia punya, tersusun jadi deretan kalimat; perintah apa saja yang harus dikerjakan sang pemuda.
Kau pasti bertanya mengapa sang pemuda memakai pena merah muda. Warna yang identik dengan kaum wanita. Iya kan? Karena hanya pena inilah yang ada di sana; yang boleh digunakan sang pemuda. Kata bos pakai saja, sudah barang lama, takkan laku dijual, tak ada yang ingin membeli.
Sang pemuda tak hanya menulis tugas apa saja yang diperintahkan pak bos; berapa buku yang masuk, berapa buku terbeli, buku apa saja yang habis dan buku mana yang harus segera diturunkan dari etalase. Jika kau bertanya mengapa tak gunakan komputer saja, pemuda ini tak begitu suka. Katanya, memakan waktu yang ia punya. Jadi, buku catatan kecil dan pena merah mudalah temannya bekerja.
Terkadang pena merah muda pun ia gunakan saat mengerjakan tugas-tugas kuliah. Menandai bab mana yang harus ia baca -hafalkan- di diktat-diktat kepunyaannya.
Sudah bosan kau mendengar ceritaku? Semoga tidak. Jangan dulu.
Pena merah muda telah terbiasa melihat sang pemuda terlelap di atas tumpukan kertas-kertas tugas. Wajahnya terlihat begitu lelah namun tak mengurangi pesonanya. Ingin sekali pena merah muda membelai wajah sang pemuda. Sekadar memberi perhatian. Namun, apa daya, ia hanya sebuah pena.
Jika kau menebak pena merah muda jatuh cinta pada sang pemuda. Ya. Kau benar! Entah sejak kapan, pena merah muda pun tak tahu. Yang jelas, ada bahagia kala ia bersama sang pemuda. Kala ia selalu ada untuknya. Walau mungkin, sang pemuda tak tahu perasaannya.
Kisah ini perihal cinta diam-diam. Kau pasti menggumam, mengapa pena tak ungkapkan saja pada sang pemuda. Boleh kujawab? Pena merah muda tak ingin merusak persahabatan yang mereka punya. Pena merah muda terlalu takut untuk berpisah. Ia tak ingin ditinggalkan sang pemuda. Biarlah mereka tetap jadi kawan, asalkan pemuda selalu ada di sisinya.
Kau tahu, cerita ini seperti kisah seseorang. Aku.
Kepada kamu,
Pemuda Penjaga Toko Buku.
No comments:
Post a Comment