February 22, 2015

Surat Balasan Untuk Jaiko

Kepada kawanku, Jaiko.

Sebelumnya maafkan aku, Jaiko, bila aku sok akrab dengan menyapamu kawanku. Tempo hari, aku tak sengaja membaca surat yang kau tujukan untuk Nobita. Hatiku terenyuh membacanya. Maafkan sekali lagi, bukannya aku tak sopan. Bukannya maksudku lancang.

Terus terang aku mengenal Nobita, Doraemon, Shizuka, Suneo dan Kakakmu Takeshi. Aku kerap melihat mereka setiap Minggu pagi. Aku juga pernah melihatmu beberapa kali. Namun yang kutahui, kau hanyalah seorang gadis kecil, adik perempuan Takeshi -yang lebih kukenal dengan nama Giant- yang gemar menggambar.

Yang paling kuingat darimu ialah baret merah yang sering kau kenakan, juga alat-alat gambar yang kau bawa ke mana-mana. Dari melihatmu beberapa kali, aku tahu jika kau gemar membuat komik.

Jaiko, aku tak pernah tahu jika ternyata kau mencintai Nobita. Anak laki-laki berkacamata yang selalu mengeluh dan tak pernah mau bersusah payah; persis dengan gambaranmu di paragraf awal suratmu.

Aku tak pernah tahu bila kau selalu memerhatikan Nobita dan mengucap namanya dalam doamu. Atau aku yang kurang peka?

Jujur saja, sejak dulu, aku ingin Nobita menikah dengan Shizuka. Bukan tanpa alasan aku begitu. Kita semua tahu jika Nobita ialah laki-laki pemalas, cengeng dan seperti katamu, tak pernah mau bersusah payah. Sangat berbanding terbalik dengan Shizuka yang pintar, rajin juga giat. Mungkin saja, bila mereka menikah, mereka bisa saling mengisi. Mungkin semacam Yin dan Yang. Dan bukan tak mungkin, Nobita bisa menjadi sebenar-benarnya laki-laki bila ia bersama Shizuka.

Hingga akhirnya kudengar mereka menikah, jujur saja aku sangat berbahagia. Namun ternyata, di balik kebahagiaan kami, ada kau yang begitu tersakiti.

Saat kau menuliskan alasan mengapa kau tak menyukai Doraemon, aku tak bisa membayangkan jika aku di posisimu. Mungkin aku juga akan bersikap sama, bahkan aku akan lebih jahat. Akan kutaruh ratusan tikus ke dalam kantung yang ia punya, agar ia ketakutan setengah mati.

Bagaimana bisa aku menyukai orang -atau benda- yang dikirim masa depan untuk mengubah nasib seorang yang seharusnya menikah denganku namun malah menikah dengan perempuan lain; yang katanya lebih baik dan lebih cantik. Brengsek!

Jaiko, aku merasa begitu jahat saat mengetahui bahwa aku tergelak-gelak di atas tangisanmu. Maafkan sikapku, Jaiko. Aku tahu bagaimana rasanya melihat laki-laki yang kita cintai mencintai perempuan lain; terlebih ia tak menyukai kita. Begitu sakit.

Rasanya harus kusudahi surat ini. Sekali lagi, maafkan aku kawan.

Bila ada waktu, berkunjunglah ke rumahku sekali-sekali. Mungkin kita bisa saling curhat sambil minum satu dua cangkir kopi dan kau bisa mengajarkanku menggambar.



Kawan (baru)mu,

Aku.

No comments: