February 22, 2015

Sepucuk Surat tuk Sang Putri

Melihatmu pertama kali sudah bisa membuatku jatuh hati. Saat itu aku masih kanak-kanak, mungkin sekitar empat atau lima. Bayangkan, anak sekecil itu sudah bisa jatuh hati. Namun, bukankah anak kecil tak pernah berdusta?

Ia jatuh hati tanpa alasan. Tak perlu embel-embel rupawan, kaya raya atau berpangkat tinggi. Bila ia suka, ia akan suka. Bila tak suka, maka dipaksa pun tak akan pernah suka. Benar kan?

Kalau diingat-ingat lagi, orang tuaku ikut andil dalam proses pengenalan kita. Aku ingat betul saat orang tuaku memperkenalkanmu padaku. Begitu semangatnya mereka menjabarkan hal-hal baik yang kau punya. Mungkin saat itu mereka terlihat seperti sales-sales yang sedang mempromosikan produk-produk yang akan mereka jual.

Mereka bilang padaku bahwa kau baik hati, pintar, tangguh, penyayang, tulus dan gemar membaca. Hal terakhir yang kutuliskan tadi menjadi alasan utama aku menerimamu.

Semakin mengenalmu, aku menyadari bahwa yang orang tuaku katakan ialah benar. Mereka tak berlebihan mengatakan kau baik hati, pintar, tangguh, penyayang juga tulus.

Namun kutemukan hal lain darimu. Kau tak hanya baik hati, pintar, tangguh, penyayang juga tulus, kau juga seorang pemberani. Aku kagum benar saat kau berani menukar dirimu agar Maurice ayahmu dibebaskan. Kau juga begitu berani melawan Gaston, seorang congkak yang merasa memiliki segala.

Meski begitu, ada satu hal yang tak kusukai darimu. Kau terlalu memedulikan kata-kata negatif orang tentangmu. Tak disangka, seseorang yang kurasa sempurna sepertimu, ternyata memiliki kekurangan. Namun sudahlah, toh, tak ada manusia yang sempurna.

Tak terasa, hubungan kita telah terjalin begitu lama. Namun, terus terang, aku tak pernah merasa bosan. Apa inikah sebenar-benarnya jatuh hati itu?

Kuakui, kadangkala aku melupakanmu. Aku asik dengan duniaku sendiri. Mencoba mencari sosok-sosok baru yang lebih baik darimu. Namun kenyataannya sampai saat ini, tak berhasil kutemukan.

Saat mengetahui kau mencintai Beast, aku terkejut. Bagaimana bisa kau; sosok yang begitu sempurna di mataku, menyukai bahkan mencintainya? Laki-laki buruk rupa juga kasar. Tak habis pikir aku.

Semakin dewasa, aku mengerti bahwa kau mengajarkanku bahwa sebenar-benarnya mencintai ialah tanpa memandang apapun; ketulusan.

Berkat kau, sampai saat ini aku menggilai buku-buku. Aku belajar untuk menjadi tangguh. Perihal ketulusan, aku masih berusaha. Hehe.

Terima kasih untuk hal-hal baik yang kau ajarkan padaku, Princess Belle.

No comments: