February 4, 2015

Teman Naik Angkot

Entah sudah hari ke berapa kamu berkeliaran di kepala. Aku pun tak pernah tahu kapan kamu enyah. Masih tergambar jelas semuanya. Senyummu, gaya bicaramu, tawa khasmu, kerutan di ujung matamu, bekas luka di kepalamu,  makanan favoritmu. Semuanya. Bahkan aku masih ingat jelas kebiasaanmu menggigiti kuku tangan kirimu.

Masih teringat pula kali pertama kita bertemu. Di sebuah angkutan kota di hari ke-dua masa orientasi sekolah. Kalau tidak salah hari itu hari Selasa. Aku dengan kuncir dua di kepala dan kamu dengan topi setengah bola. Lalu tanpa basi-basi kita berbincang. Sebenarnya bukan berbincang, sih. Kalau kubilang kita sama-sama menggerutu karena diharuskan memakai atribut MOS saat keluar rumah sampai ke sekolah. Kalau dipikir lagi, betapa patuhnya kita saat itu. Haha.

Semenjak itu, kita pun jadi teman. Pergi dan pulang sekolah bersama, mengerjakan tugas ekskul bersama. Semua-semuanya sama-sama. Ah, manisnya. Walau pada akhirnya kita "berpisah".

Sampai saat aku menulis surat ini, aku tak tahu alasan mengapa kita "berpisah". Alasanmu menjauhiku dulu. Apa karena aku bau? Ah, sepertinya tidak. Aku selalu mandi dan menyemprotkan parfum setiap kali ke sekolah, kok. Kamu kan tahu.
Tidak! Tidak! Aku tidak marah, kok, sama kamu. Sama sekali tidak. Walau waktu itu aku kesal, tapi sudahlah. Sekarang sudah tidak lagi. Aku menulis surat ini karena aku rindu "teman naik angkot"ku, kamu. Hehe.

Aku masih ingat terakhir kali kita berbincang. Terakhir kali pula aku melihatmu karena aku harus pindah kota. Tapi ,tidak bisa dikatakan berbincang juga, sih. Waktu itu, setelah hampir 3 tahun kita saling bisu, kamu memanggil namaku. Rasanya aneh; gembira, bingung. Akhirnya, aku hanya bisa melambai saja.

Aku dengar, sekarang kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu di korps berseragam coklat susu itu, ya? Wah, kamu hebat. Aku bangga sekali. Jalankan tugasmu dengan baik, ya, teman. Aku percaya kamu bisa.

Kalau boleh aku bertanya, apa kamu masih mengingatku, "teman naik angkot"mu?

No comments: