Salam sejahtera,
Aku bingung harus memulai dari mana. Ternyata kau masih sama seperti gadisku dulu. Tegas dan lugas dalam menyampaikan sesuatu. Sebelumnya, maaf bila surat yang kuselipkan di buku catatanmu itu mengusikmu. Demi Tuhan, tidak ada sedikit pun niatku mengganggumu.
Sama sepertimu, aku juga tak menyangka pertemuan kita akan seperti ini. Melihatmu kembali tempo lalu membuat perasaanku campur aduk; bahagia, lega, sedih, marah. Sungguh lega dan bahagianya aku bisa melihatmu kembali setelah 9 tahun lamanya. Kau baik-baik saja. Namun, aku sedih dan marah, karena melihatmu, memaksaku membuka kembali buku usang yang telah lama kusimpan di gudang.
Aku masih mengingat rasa sakit itu, saat kau pergi begitu saja, meninggalkanku tanpa mau mendengar penjelasan dariku. Aku mencintaimu, Sisilia. Sungguh. Kau tahu itu kan? Namun, aku tak bisa menolak keinginan Bapak di akhir hidupnya. Bapak ingin aku menjadi seorang Imam. Mungkin, Bapak ingin menebus kesalahannya yang meninggalkan seminari karena bertemu Ibu. Bapak ingin menebus kesalahannya lewat anaknya; aku.
Kemudian dirimu menghilang. Aku bertanya pada Ayah dan Ibumu, juga Mas Ferdian kakakmu. Namun, mereka bungkam. Tak ada yang mau menjawab pertanyaanku. Lalu Miranda sahabatmu mengatakan bahwa kau telah bertunangan dengan seseorang.
Mendengar kabar itu, hatiku benar-benar hancur. Akhirnya, aku mengiyakan permohonan Bapak. Aku bersedia masuk seminari karena tak ada lagi yang bisa kuperjuangkan; dirimu.
Aku tahu aku bersalah. Benar-benar bersalah. Aku berdosa. Menjadikan panggilan-Nya sebagai tembok untuk bersembunyi. Melarikan diri dari masalah. Masuk seminari hanya karena sakit hati; karenamu Sisilia.
Kau tahu, doaku tiap malam hanya satu, kebahagiaanmu. Dengan atau tanpaku.
Kau benar Sisilia, kita harus sadar keadaan kita sekarang. Kita ini pelayan-Nya. Saat ini, aku benar-benar merasakan panggilan-Nya. Bukan karena permohonan Bapak, bukan karena sakit hatiku. Bukan karena siapa-siapa, tapi murni karena Dia yang memilihku.
Bila boleh bertanya, mengapa akhirnya kau memutuskan untuk menjadi seorang biarawati? Kuharap, alasannya tidak seperti alasanku dulu. Perempuan sepertimu takkan mungkin melakukan hal bodoh sepertiku.
Sisilia, lewat surat ini juga aku ingin mengucapkan selamat tinggal. Aku ditugaskan melayani di pedalaman Sulawesi dan mungkin kita tak akan bertemu lagi. Jaga dirimu Sisilia. Maafkan segala salah yang pernah kulakukan padamu.
Tuhan memberkatimu selalu.
Rm. Christopher Rendra
No comments:
Post a Comment