Ada pohon yang sedang sedih. Kulihat wajahnya murung pagi ini. Kami tidak pernah saling bicara sebelumnya—tidak juga pagi ini. Aku melihatnya dari jendela kamar; tempat di mana kami hanya saling memandang, tanpa pernah bertegur sapa. Hanya ada diam dan diam. Mungkin, lewat diamlah kami bertukar kata-kata.
Ada pohon yang sedang sedih. Padahal semalam hujan deras sekali. Yang kutahu, pohon suka sekali hujan. Tapi, mengapa ia bersedih? Ia menutup mata. Bibirnya melengkung ke bawah. Ada tetes-tetes air di tubuhnya. Apa itu sisa air hujan atau air matanya?
Ada pohon yang sedang sedih. Konon, pohon adalah penyimpan rahasia paling baik satu semesta. Dan pohon itu, apa ia punya rahasia? Tempat menyimpan rahasia punya rahasia. Lucu sekali. Jika ia punya rahasia, lalu pada siapa ia bercerita?
Ada pohon yang sedang sedih. Sedih karena entah. Dan aku, tidak mau tahu.
AB.
Ada pohon yang sedang sedih. Padahal semalam hujan deras sekali. Yang kutahu, pohon suka sekali hujan. Tapi, mengapa ia bersedih? Ia menutup mata. Bibirnya melengkung ke bawah. Ada tetes-tetes air di tubuhnya. Apa itu sisa air hujan atau air matanya?
Ada pohon yang sedang sedih. Konon, pohon adalah penyimpan rahasia paling baik satu semesta. Dan pohon itu, apa ia punya rahasia? Tempat menyimpan rahasia punya rahasia. Lucu sekali. Jika ia punya rahasia, lalu pada siapa ia bercerita?
Ada pohon yang sedang sedih. Sedih karena entah. Dan aku, tidak mau tahu.
AB.
No comments:
Post a Comment