Ini adalah sebuah pengakuan. Pengakuan bahwa aku
menyukaimu. Pengakuan bahwa aku mengagumimu. Pengakuan bahwa aku, aku
mencintaimu. Pernyataan terakhirku tadi yang paling kubenci.
Ya, aku benci harus mengakui mencintaimu. Aku benci...
Aku benci harus terpukau melihat kerutan di kedua ujung
matamu kala bibirmu melengkungkan senyumnya. Aku benci menjadi pecandu tawamu.
Aku benci saat aku terdiam kala kamu menyapaku di kelas. Aku benci saat aku
mencuri-curi pandang matamu dalam diam.
Aku benci saat aku senyum-senyum sendiri karena
mengkhayalkan terjadinya kita. Aku benci harus menangis sendirian tengah malam
saat aku begitu merindukanmu.
Aku benci saat aku kehabisan kata-kata untuk membalas
pesan singkatmu. Aku benci mengingat-ingat aku dan kamu yang tertawa begitu
akrab. Aku benci mengingat usapan lembut jemari hangatmu saat aku pura-pura
merajuk. Aku benci merasa begitu nyaman saat berada di dekatmu.
Aku benci mengakui hatiku tercuri olehmu. Aku benci...
Dan, aku benci menyadari bahwa kamu adalah sahabatku.
Ini hanyalah sebuah surat pengakuan tentang perasaanku. Entahlah,
kamu boleh menganggapku gila atau apapun itu. Setiap orang berhak berpendapat,
begitu pun kamu.
Aku tahu, aku mengerti, perhatianmu padaku hanyalah
perhatian untuk seorang sahabat. Maaf jika aku salah mengartikannya. Maaf jika
aku telah begitu berharap.
Ini hanya masalah waktu. Waktu dimana aku mengenalmu
pertama kali. Waktu dimana akhirnya kita menjadi sepasang sahabat. Waktu dimana
aku mulai diam-diam mencintaimu. Dan sekarang adalah waktu dimana aku mencoba
meninggalkan rasaku untukmu.
Pada akhirnya nanti, kita akan kembali ke keadaan awal
dimana aku dan kamu adalah sepasang sahabat. Sahabat sejati. Ya, ini hanya
perkara waktu.
No comments:
Post a Comment