March 3, 2014

Tentang Sebuah Pengakuan



Ini adalah sebuah pengakuan. Pengakuan bahwa aku menyukaimu. Pengakuan bahwa aku mengagumimu. Pengakuan bahwa aku, aku mencintaimu. Pernyataan terakhirku tadi yang paling kubenci.

Ya, aku benci harus mengakui mencintaimu. Aku benci...

Aku benci harus terpukau melihat kerutan di kedua ujung matamu kala bibirmu melengkungkan senyumnya. Aku benci menjadi pecandu tawamu. Aku benci saat aku terdiam kala kamu menyapaku di kelas. Aku benci saat aku mencuri-curi pandang matamu dalam diam.

Aku benci saat aku senyum-senyum sendiri karena mengkhayalkan terjadinya kita. Aku benci harus menangis sendirian tengah malam saat aku begitu merindukanmu.

Aku benci saat aku kehabisan kata-kata untuk membalas pesan singkatmu. Aku benci mengingat-ingat aku dan kamu yang tertawa begitu akrab. Aku benci mengingat usapan lembut jemari hangatmu saat aku pura-pura merajuk. Aku benci merasa begitu nyaman saat berada di dekatmu.

Aku benci mengakui hatiku tercuri olehmu. Aku benci...

Dan, aku benci menyadari bahwa kamu adalah sahabatku.

Ini hanyalah sebuah surat pengakuan tentang perasaanku. Entahlah, kamu boleh menganggapku gila atau apapun itu. Setiap orang berhak berpendapat, begitu pun kamu.

Aku tahu, aku mengerti, perhatianmu padaku hanyalah perhatian untuk seorang sahabat. Maaf jika aku salah mengartikannya. Maaf jika aku telah begitu berharap.

Ini hanya masalah waktu. Waktu dimana aku mengenalmu pertama kali. Waktu dimana akhirnya kita menjadi sepasang sahabat. Waktu dimana aku mulai diam-diam mencintaimu. Dan sekarang adalah waktu dimana aku mencoba meninggalkan rasaku untukmu.

Pada akhirnya nanti, kita akan kembali ke keadaan awal dimana aku dan kamu adalah sepasang sahabat. Sahabat sejati. Ya, ini hanya perkara waktu.

No comments: