October 9, 2014

Masih Tentang (Me)Rindu

Mencandu rindu mendulang pilu. Kau ialah penyebabnya. Entahlah, merindumu tak pernah mudah. Sama sekali tidak! Bahkan jauh lebih sulit dari meyakini apakah alien benar-benar ada.

Merindumu membuatku jadi seseorang yang tolol. Menulisi namamu pada secarik kertas, memasukkannya dalam botol, lalu melemparnya pada samudra sembari mengucap dalam hati; mengharap kau menemukan kemudian membalasnya.

Aku juga kerap melakukan hal tolol lainnya. Meniup kuat-kuat bunga dandelion kering, tak lupa sebelum meniupnya kubisikan beberapa kalimat permohonan; masih sama; mengharap kau mendengar lalu membalasnya. Konon, dandelion ialah pengabul harapan.

Tak kusangka dihantam rindu sesakit ini. Lebih-lebih rindu tak bertuan seperti ini.

Mungkin ini sebabnya aku hanya berani merindu (dan berusaha; sekuat tenaga) tanpa mencinta. Dihantam rindu (tak bertuan) saja, membuatku sesak nafas, apalagi memberanikan diri untuk mencinta. Bisa mati berdiri aku.

Kemarin, hal aneh terjadi padaku. Saat aku sedang duduk sendirian menikmati gerimis di serambi rumah, angin membisikiku sesuatu. Ia telah bahagia bersama perempuan itu, katanya.

Kau tak percaya? Aku pun demikian. Namun, itu yang kualami. Entah angin itu benar-benar berbisik di kupingku, atau hanya halusinasi bodohku saja.

Terus terang, mendengarnya membuatku semakin sakit. Namun, aku lega. Setidaknya, bahagia telah menemukanmu.

Sekarang, saatnya aku menunggu ditemukan.

No comments: