Aku tak pernah tahu apa yang akan kukatakan padamu. Seperti biasanya, saat kau meneleponku, mengoceh panjang lebar, aku hanya diam. Sesekali kujawab "ya" atau "tidak". Kalau sedang malas bicara, hanya gumaman kulakukan. Pada akhirnya banyak "apa" darimu kudapatkan.
Dari dulu, hubungan kita tak begitu baik. Kita sangat jarang, bahkan mungkin hampir tak pernah terlihat mesra. Terlebih akhir-akhir ini. Kuhitung, hampir sebulan kita tak saling berkabar. Terus terang, aku cukup senang. Artinya, aku tak perlu mendengar segala ocehanmu yang kuanggap tak begitu penting.
Aku mungkin bukannya tak tahu harus mengatakan apa. Aku hanya bingung.
Sejujurnya, aku tak membencimu; walaupun terkesan begitu. Sungguh tidak! Aku hanya masih belum bisa lupa kejadian itu. Sudah bertahun lalu memang, namun jujur saja, aku memang tak bisa melupa. Aku masih mengingatnya. Detail sedetail-detailnya.
Aku juga mungkin masih sedikit marah, atau mungkin kecewa saat kau meninggalkanku begitu saja, waktu itu, tanpa rasa berdosa; menurutku.
Kalau kuingat, dulu, aku tak pernah melakukan sesuatu yang berlebihan. Kuakui, terkadang aku keras kepala. Kurasa itu wajar, aku masih remaja. Sebentar, apa ini terkesan seperti kalimat pembelaan?
Walau hubungan kita tak begitu baik, saat kau pergi, menghilang entah ke mana, aku merasakan sesuatu yang aneh. Ada semacam lubang menganga di dada. Kosong dan menyakitkan. Kemudian aku tak bisa melakukan apa-apa.
Sempat rasa membencimu muncul. Benci sebenci-bencinya. Terlebih saat teman-temanku dengan riangnya bercerita tentang "sahabat"nya. Sedang aku, tak punya. Aku tak tahu harus menimpali apa. Aku malu. Mengingatnya membuatku semakin membencimu. Namun, sekali lagi, saat itu, aku masih remaja.
Sempat pula aku berpikir, apa yang salah dengan kita. Mengapa kau meninggalkanku. Bahkan sekadar kata perpisahan pun tidak.
Saat ini, aku tak yakin kau membaca suratku. Aku tahu, kau gagap teknologi. Tak terlalu memedulikan apa itu internet. Hey! Ini sudah abad 21!
Aku hanya ingin bilang, aku tidak membencimu. Sama sekali tidak. Aku tak pernah berniat melupakanmu. Menghapusmu dari hidupku. Bagaimana pun, kau seseorang yang (pernah) kusayang. Aku juga ingin bilang, aku akan membuktikan bahwa aku bisa jadi seseorang yang berguna. Kelak.
Aku tak berniat membuatmu bangga. Aku tahu, aku takkan pernah bisa. Itu yang kudengar hampir setiap malam, kala kau bertengkar dengan dengan orang yang menganggapmu belahan jiwanya. Ingatkah?
Kalau boleh aku meminta, jagalah dirimu baik-baik. Tak usahlah kau mendengar apalagi memedulikan apa kata orang. Jalani hidupmu dengan sebenar-benarnya. Aku pun begitu. Janganlah pula meninggalkan orang yang (menyayangimu) kau sayang (lagi). Seperti yang kau lakukan padaku.
Tak perlu terlalu mengkhawatirkanku. Aku sudah cukup dewasa untuk sekadar mengurus diri. Perihal rajin mencuci muka sebelum tidur dan rutin mengoles lotion, sudah kulakukan. Setiap hari.
Semoga Tuhan menjagamu. Selalu. Mama.
Tertanda,
Aku.
No comments:
Post a Comment