February 10, 2017

Rekaman Kenangan

Lewat kenangan, kita melepas rindu pada orang-orang yang tak bisa kita temui.

Saya sering sekali melakukan hal tersebut (dan lagi-lagi ini teori sotoy-ke-sekian yang saya buat—dan saya praktekkan). Ketika rindu tengah mendekap erat—membuat saya sesak hingga tak bisa bernapas—yang saya lakukan ialah memejam, kemudian memainkan rekaman demi rekaman yang tersimpan rapi di ruang-ruang dalam kepala.

Rekaman tersebut berupa suara, aroma, rasa juga potongan-potongan gambar juga film-film yang kita sutradai dan perankan sendiri. Dan seharian ini semuanya saya putar bersamaan—suara, aroma, rasa, potongan gambar dan film.

Kesemuanya tertuju pada satu orang. Seseorang yang selalu membawa sebatang coklat tiap kali tandang ke rumah. Seseorang yang dengan senang hati memasak apapun yang saya minta—meski aneh-aneh. Seseorang yang mendongeng kisah kancil dan kawan-kawan berkali-kali—hingga saya hapal. Seseorang yang membelikan gaun merah muda—yang terus terang tidak saya suka—agar cantik seperti putri istana, katanya. Seseorang yang menangis paling pertama saat saya sakit. Seseorang yang kedekatannya melebihi Ibu.

Oma, sehat-sehat terus. Tak perlu risau, di sini saya baik-baik saja. Maaf bila hingga saat ini belum bisa menengok. Saat semua urusan saya selesai, menemuimu adalah yang akan saya lakukan paling pertama.



Yang paling merindukanmu,
Anggi.

Ps: Jangan khawatir, sekeras apapun hidup menghantam untuk mendewasakan saya, saya tetap Anggi kecilmu.

No comments: