Saya akan memulai tulisan ini dengan kata maaf. Ya, maaf, karena tulisan ini akan berisi nyinyir, nyindir atau apalah itu namanya. Silakan Anda namakan sendiri. Tulisan ini adalah keresahan—oke, kedengkian—saya terhadap mereka pengguna Instagram—berdasarkan following list saya.
Sering sekali saya bingung—dan gemas sendiri—pada mereka yang mengunggah swafoto (yang selayar-layar penuh komuk lo) lalu men-tag—saya tidak tahu padanan kata tag—ke pacar mereka. Mau pamer banget kalau punya pacar? Atau itu caranya 'ngiket' (nggak punya kata lain, woy!) kekasih-kekasih mereka agar tidak celamitan (ini lagi) ke perempuan/laki-laki lain. Bahwa hanya mereka lah sang raja/ratu di hati—dan otak—kekasihnya.
Begini, dia kan masih pacar bukan suami atau istri, jadi rasanya mereka-para-tagger* ini belum punya hak sama sekali untuk 'mengikat' perempuan/laki-laki yang (malangnya) jadi pacar mereka. Sudah yakin sekali bahwa memang dia yang kelak mendampingi di altar/di depan penghulu nanti?
Mari beralih ke pengguna instagram selanjutnya. Saya tidak kalah bingung—juga gemas pada mereka yang mengunggah swafoto (gedenya nggak kalah sama tagger* di atas) dengan caption kata-kata bijak. Entahlah hubungannya di mana, tapi wajah Anda dan kata-kata bijak tersebut tidak nyambung sama sekali. Unggah foto bibir yang di-monyong-monyong-in dengan caption "You don’t have to be great to start, but you have to start to be great" (... bo!).
Pengguna Instagram berikut ini yang bagi saya paling menyebalkan, yaitu mereka yang merasa punya haters. Oh, man, come on! Jadi di luar sana ada yang selalu 'mengintai', ada yang menjadikannya topik utama pergunjingan, ada yang iri dengki sirik luar biasa pada mereka. Mengunggah swafoto dengan caption "Hello haters, jangan lupa sarapan biar kuat stalkingnya" (ini kisah nyata). Merasa artis apa gimana, deh?
Melihat mereka; membaca caption di foto-foto mereka khususnya, membuat saya senam wajah. Tiba-tiba saya bisa tersenyum, mengernyit, terbahak hingga menganga. Sering-sering melihat unggahan mereka, mungkin bisa membuat wajah saya segar, kenyal, halus dan bercahaya layaknya menggunakan produk kecantikan Korea.
Menjadi 'penonton' mereka, memberikan saya pemahaman baru bahwa hidup ini memang lah tentang pembuktian diri; pembuktian sebagai orang yang paling dicintai, pembuktian tentang siapa yang paling bisa menginspirasi, pembuktian bahwa siapa yang paling "berhasil" dalam hidup—hingga layak di-dengki-in (maafkan bahasa Indonesia saya yang berantakan).
Menjadi 'penonton' mereka, memberikan saya pemahaman baru bahwa hidup ini memang lah tentang pembuktian diri; pembuktian sebagai orang yang paling dicintai, pembuktian tentang siapa yang paling bisa menginspirasi, pembuktian bahwa siapa yang paling "berhasil" dalam hidup—hingga layak di-dengki-in (maafkan bahasa Indonesia saya yang berantakan).
Manusia selalu punya caranya sendiri untuk membuktikan dirinya lah yang "paling", dan salah satunya dengan menjadi salah satu tipe pengguna Instagram yang tertulis di atas. Dan bila memang itu bisa mendatangkan kebahagiaan, apa salahnya?
Namun apalah saya ini. Hanya si sinis yang tidak tahan menyimpan kedengkian ini sendiri. Yang dengan berani menumpahkannya di sini. Tolong jangan marah dengan apa yang saya tulis. Saya tidak bermaksud menyindir siapa-siapa. Tapi kalau ada yang tersindir, ya, itu urusan Anda (ditabok).
*istilah yang saya buat secara asal-asalan untuk mereka yang suka men-tag.
2 comments:
Wkwk tapi memang iya sih banyakan foto lebay sama pacarnya (kalo udah putus aja bisa di hapus semua dah itu foto trus bikin foto baru dengan caption "mantan biarlah berlalu")
Belum lagi foto2 perayaan anniversarry yg malah melebihi pasangan suami istri sampe di hotel dikasih balon2 meriah. Lah sewa hotel sehari cuma buat hiasin kamar foto2 selesai beresin 500 ribu keluar.
Hal yang dilakukan setelah putus: hapusin semua foto. Capek, ya. Udah susah-susah mikirin caption, eh, ujung-ujungnya dihapus :)))
Ini sebenarnya dengki aja, sih :")
Post a Comment